Darurat Bullying di Sekolah: Alarm Bahaya bagi Dunia Pendidikan Nasional

Berita Sekolah menyampaikan informasi tentang Darurat Bullying di Sekolah: Alarm Bahaya bagi Dunia Pendidikan Nasional, semoga informasi ini bermanfaat


Bersama ini kami sampaikan informasi Tentang Darurat Bullying di Sekolah: Alarm Bahaya bagi Dunia Pendidikan Nasional Sebagai berikut:

Indonesia kembali berduka atas tragedi kemanusiaan di dunia pendidikan. MH, siswa berusia 13 tahun dari SMPN 19 Ciater Serpong, Tangerang Selatan, harus menutup usia pada Minggu, 16 November 2025, setelah menjadi korban perundungan atau bullying yang dilakukan teman sekelasnya. Kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa sekolah, yang seharusnya menjadi tempat paling aman untuk anak-anak belajar dan berkembang, kini justru menjadi arena kekerasan yang mengancam nyawa.​

Tragedi bermula pada 20 Oktober 2025 ketika MH dipukul dengan bangku besi di bagian kepala saat hendak jam istirahat. Awalnya korban tidak menceritakan kejadian tersebut kepada orang tuanya, namun keesokan harinya korban mulai mengeluhkan rasa sakit yang luar biasa. Saat keluarga melakukan pendalaman, terungkap fakta mengejutkan bahwa MH sudah sering menerima perundungan sejak Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pada Juli 2025, mulai dari dipukul, ditendang, hingga kekerasan fisik lainnya. Kondisi MH terus memburuk hingga tubuhnya lemas dan tak bisa beraktivitas, lalu akhirnya meninggal dunia setelah dirawat selama sepekan di RS Fatmawati Jakarta Selatan.​

Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus ini dan menilai perundungan di dunia pendidikan sudah mencapai kondisi darurat yang memerlukan evaluasi menyeluruh. Puan menegaskan bahwa perundungan tidak boleh terjadi di berbagai jenjang pendidikan, baik SD, SMP, SMA, bahkan universitas, karena hal ini mencerminkan kegagalan sistem pendidikan dalam melindungi hak-hak anak. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji bahkan menyebut peristiwa ini sebagai pertanda bahwa sekolah-sekolah sudah masuk dalam kondisi darurat kekerasan dan menandakan negara telah gagal dalam melindungi peserta didik.​

Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan fakta yang mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2025, tercatat 1.052 kasus pelanggaran hak anak, dan dari jumlah tersebut, sebanyak 16 persen atau 165 kasus terjadi di lingkungan sekolah. Angka ini belum termasuk kasus-kasus yang tidak dilaporkan karena korban atau keluarga takut atau malu. Kasus MH bukan satu-satunya yang mencuat di media. Video viral di media sosial menunjukkan aksi bullying yang menimpa siswa SD di Probolinggo, Jawa Timur, di mana korban mendapat tindak kekerasan dari pelaku yang diduga teman sekolahnya. Kasus lain yang juga menarik perhatian publik adalah tragedi di SMAN 72 Jakarta, di mana seorang siswa diduga menjadi korban perundungan dan melakukan percobaan bunuh diri pascaledakan.​

Fenomena bullying di sekolah juga berkaitan erat dengan meningkatnya masalah kesehatan mental remaja Indonesia. Data menunjukkan bahwa lebih dari 31 juta penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental, dengan 19 juta di antaranya mengalami gangguan emosional dan 12 juta menderita depresi. Yang lebih mengkhawatirkan, satu dari tiga remaja (34,9%), setara dengan 15,5 juta remaja Indonesia, memiliki satu masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir. Media sosial menjadi salah satu faktor dominan yang memengaruhi kondisi psikologis remaja, di mana aktivitas daring yang berlebihan dapat meningkatkan risiko kecemasan, depresi, hingga munculnya keinginan bunuh diri.​

Meski demikian, beberapa daerah mulai mengambil langkah serius untuk memberantas bullying. Pemerintah Kota Surabaya, misalnya, mengambil langkah untuk memberantas perundungan dengan melibatkan siswa dan lintas OPD dalam program yang mereka sebut sebagai “perang total lawan bullying”. Puan Maharani juga mendorong keterlibatan psikolog dalam penanganan kasus perundungan di sekolah untuk memberikan pendampingan yang lebih komprehensif kepada korban maupun pelaku. Namun, upaya-upaya ini masih terasa jauh dari cukup mengingat tingginya angka kasus yang terus terjadi.​

Kasus MH dan kasus-kasus bullying lainnya menjadi peringatan keras bahwa Indonesia harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan anak di lingkungan pendidikan. Sekolah harus kembali menjadi tempat yang aman, nyaman, dan kondusif bagi anak-anak untuk belajar tanpa rasa takut. Tanpa tindakan konkret dan komitmen serius dari semua pihak—pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat—tragedi serupa akan terus berulang dan mengancam masa depan generasi bangsa.

Demikian kami sampaikan informasi Darurat Bullying di Sekolah: Alarm Bahaya bagi Dunia Pendidikan Nasional semoga bermanfaat.

Anda Ingin Melakukan Polling, Silahkan di PollingKita.com