Ijazah Tertahan karena Tunggakan? Audiensi Komisi V DPRD Jabar dan Sekolah Swasta Belum Temui Solusi

Berita Sekolah menyampaikan informasi tentang Ijazah Tertahan karena Tunggakan? Audiensi Komisi V DPRD Jabar dan Sekolah Swasta Belum Temui Solusi, semoga informasi ini bermanfaat


Bersama ini kami sampaikan informasi Tentang Ijazah Tertahan karena Tunggakan? Audiensi Komisi V DPRD Jabar dan Sekolah Swasta Belum Temui Solusi Sebagai berikut:

Audiensi antara Komisi V DPRD Jabar dengan perwakilan kepala sekolah swasta nampaknya masih buntu soal pembayaran tunggakan ijazah. Solusi masih berkutat di Memorandum of Understanding (MoU) dan “bemper” surat edaran.

Senin (3/2), sejumlah perwakilan kepala sekolah swasta baik SMA maupun SMK sengaja datang ke Kantor DPRD Jabar, untuk bertemu dengan para Pimpinan dan Anggota Komisi V DPRD Jabar. Sejumlah Pimpinan DPRD Jabar seperti Buky Wibawa dan Ono Surono juga turut menemui dan membahas polemik mengenai penahanan ijazah.

Plh Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Deden Saepul Hidayat menuturkan, pertemuan siang itu masih belum mencapai keputusan final soal pembayaran tunggakan ijazah yang ada di Jabar. “Belum final, ini baru diskusi dampak dampaknya. Kami diminta untuk melindungi sekolah agar tidak dibuli oleh masyarakat,” terangnya selepas audiensi.

Deden melanjutkan, besarnya tunggakan terkait ijazah itu juga kemungkinan cukup berat jika dibayar langsung oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar. “Kalau secara kenyataan gak mungkin ya (dibayar langsung.red). Yang mungkin adalah bertahap. Karena harus perhatikan kapasitas fiskal juga,” imbuhnya.

Dalam pertemuan itu, mencuat bahwa besaran tunggakan terkait ijazah itu tidak sedikit. Untuk SMK Swasta di 14 kota/kabupaten saja tercatat tembus di angka Rp722 miliar. Itu disampaikan oleh perwakilan salah satu kepala sekolah.

Deden menuturkan, pihaknya masih belum bisa menyampaikan data detail mengenai besaran tunggakan ijazah yang ada di Jawa Barat. Karena data itu masih dalam pengumpulan. “Kalau data kami belum rilis ya, ini sedang didata. Kami belum bisa sampaikan uangnya (tunggakan.red) berapa,” cetusnya.

Pihaknya juga masih perlu mendiskusikan lebih lanjut terkait peluang Pemprov Jabar dalam mengcover besarnya tunggakan ijazah yang ada. “Itu yang akan kami diskusikan dengan Pak Gubernur dan Sekda,” cetusnya.

Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Siti Muntamah menambahkan, peluang Pemprov Jabar dalam mengcover kebutuhan tunggakan itu secara langsung juga kecil. “Enggak bisa. Dari mana duitnya. Makanya ini perlu dipikirkan bersama-sama terkait pembayaran itu,” terangnya.

Politikus PKS itu melanjutkan, kebutuhan anggaran itu tidak sedikit. Mengingat data dari 14 kota kabupaten saja sudah tembus Rp722 miliar untuk SMK. Di sisi lain, Dinas Pendidikan Jabar juga telah menghabiskan paling besar di banding dinas-dinas lain. “Dari Rp31 triliun (APBD.red), Disdik itu porsinya sudah sekitar Rp11 triliun sendiri. Ini perlu terobosan-terobosan,” sambungnya.

Menurut perempuan yang akrab disapa Ummi Oded itu, ada beberapa kesimpulan awal yang disepakati dalam pertemuan itu. Pertama adalah penyusunan MoU antara pihak sekolah swasta dan Pemprov Jabar. Dan berikutnya yang dibutuhkan pihak sekolah dalam waktu dekat adalah bemper atau adanya surat edaran baru terkait penyerahan ijazah.

Pihak sekolah bakal menyerahkan ijazah jika sudah ada MoU yang jelas dengan Pemprov Jabar. Itu untuk menangkal sejumlah desakan masyarakat terkait pengambilan ijazah. “Tadi kan disampaikan, di Depok itu masyarakat banyak datang ke sekolah. Menagih ijazah. Dan kalau tidak dikasih, sekolah jadi sasaran bully,” tuturnya.

Sekolah Tuntut Bedakan BPMU dengan Tunggakan Ijazah

Sementara itu para kepala sekolah swasta juga menuntut untuk membedakan kucuran Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) dengan kebutuhan pembebasan tunggakan ijazah tersebut. Secara nilai jauh berbeda.

Ketua Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) Jabar Ade Hedriana menuturkan, tuntutan itu juga ingin dicantumkan dalam point MoU yang kini tengah disusun. “Kami ingin BPMU tidak terkait dengan yang lain,” jelasnya.

Ade menjelaskan, sekolah swasta biasanya memiliki rencana kerja sekolah tahunan. Itu berisi anggaran kebutuhan tiap tahun. Di dalamnya biasanya juga dimasukkan cover anggaran, baik dari dana BOS maupun BPMU. Setelah dijumlah, maka akan terlihat kekurangan anggaran yang nantinya menentukan besaran SPP.

Jika kebutuhan pembebasan tunggakan ijazah ini dicover melalui BPMU yang telah berjalan tentu memberatkan. “Itu terlalu kecil BPMU. Mending kami tidak terima BPMU jika harus mengembalikan ijazah. BPMU itu paling cukup dua bulan,” jelasnya.

Hal senada disampaikan Ketua FKKSMKS Jabar Acep Sundjana Djakaria. Ia menerangkan, pihaknya tidak sependapat mengenai opsi yang dilontarkan oleh Gubernur Terpilih Dedi Mulyadi. Opsi tersebut melanjutkan program kucuran bantuan yang sudah berjalan dalam hal ini BPMU atau mengalihkan program itu menjadi beasiswa untuk masyarakat miskin. “Kami tidak setuju. Kami mohon tidak dikaitkan dengan BPMU,” ujarnya.

Acep menuturkan, secara besaran kucuran BPMU itu sangat sedikit. Dan porsinya beda jauh dengan kucuran ke sekolah negeri. Anggaran BPMU Rp600 ribu sedangkan BOPD di angka Rp1,6 juta tiap siswa.

Acep melanjutkan, untuk sekolah swasta khususnya SMK memiliki kebutuhan yang tidak sedikit untuk operasional. Sebut saja untuk kebutuhan alat praktek. “Apalagi sekarang kan ada jurusan Geologi Pertambangan. Alat prakteknya bisa ratusan juta. Atau jurusan TKR yang sekarang beralih ke kendaraan listrik,” tutupnya.

Demikian kami sampaikan informasi Ijazah Tertahan karena Tunggakan? Audiensi Komisi V DPRD Jabar dan Sekolah Swasta Belum Temui Solusi semoga bermanfaat.

Anda Ingin Melakukan Polling, Silahkan di PollingKita.com