Ombudsman Babel Soroti Dugaan Titip Jual Buku di Lingkungan Sekolah

Berita Sekolah menyampaikan informasi tentang Ombudsman Babel Soroti Dugaan Titip Jual Buku di Lingkungan Sekolah, semoga informasi ini bermanfaat


Bersama ini kami sampaikan informasi Tentang Ombudsman Babel Soroti Dugaan Titip Jual Buku di Lingkungan Sekolah Sebagai berikut:

Ombudsman Kepulauan Bangka Belitung menerima pengaduan orang tua siswa terkait pembelian kolektif buku teks pendamping lembar kerja siswa (LKS) dan buku penilaian autentik (bupena) yang mahal di sekolah negeri, sehingga memberatkan ekonomi masyarakat.

“Banyak orang tua siswa dari beberapa sekolah telah mengeluhkan terkait penggunaan LKS dan bupena ini,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepulauan Babel Shulby Yozar Ariadhy di Pangkalpinang, Rabu.

Ia mengatakan para orang siswa dari beberapa sekolah negeri di Kota Pangkalpinang menyampaikan bahwa buku-buku LKS dan bupena seakan terkesan wajib dibeli karena seolah dijadikan media pembelajaran utama di sekolah serta harganya cukup mahal.

“Kami sampaikan bahwa penggunaan buku LKS atau bupena itu boleh digunakan dan yang dilarang itu adalah transaksi titip jual secara kolektif di sekolah,” katanya.

Ia menyatakan, sesuai dengan Pasal 181 huruf a PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan jo Pasal 50 huruf a Perda Kota Pangkalpinang Nomor 15 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan termasuk lewat komite juga dilarang sebagaimana Pasal 198 huruf a PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan jo Pasal 12 huruf a Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

“Yang perlu kita benahi adalah tata cara pengadaannya dan tata kelola kegiatan belajar mengajar di kelas. Intinya, sekolah maupun komite tidak boleh jadi tempat transaksi titip jual buku LKS atau bupena,” ujarnya.

Ia menjelaskan pada prinsipnya sesuai penamaannya buku LKS atau Lembar Kerja Siswa atau Lembar Kerja Peserta Didik itu akan jauh lebih baik disusun oleh guru kemudian disebarkan kepada siswa dalam format cetak manual ataupun digital.

“Ini tentunya akan menjadi budaya positif karena sekaligus meningkatkan kreatifitas guru sebagai insan pembelajar sepanjang hayat. Namun, apabila hal itu tidak memungkinkan dilakukan maka silakan guru saja yang menggunakan buku LKS tersebut sebagai pedoman tambahan mengajar di kelas,” katanya.

Menurut dia, artinya tidak ada unsur mengarahkan menjadi wajib membeli atau dibebankan ke siswa. Jika ada tugas untuk siswa yang dikerjakan di rumah silakan guru tulis di papan tulis, atau komunikasikan bersama soal-soal atau tugas tersebut melalui grup WhatsApp orang tua siswa atau juga bisa melalui media kreatif lainnya yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.

“Terkecuali misalnya ada orang tua siswa yang mau membeli buku pendamping tersebut secara mandiri untuk anaknya sendiri di toko buku dan hal tersebut tentu tidak menjadi masalah, sehingga jelas bahwa yang menjadi masalah adalah proses titip-jual buku tersebut dilakukan bertempat di sekolah dan secara kolektif, kita nggak mau sekolah ada tugas lain seperti itu di luar tugas fungsinya yang diamanahkan undang-undang,” katanya.

Demikian kami sampaikan informasi Ombudsman Babel Soroti Dugaan Titip Jual Buku di Lingkungan Sekolah semoga bermanfaat.

Anda Ingin Melakukan Polling, Silahkan di PollingKita.com